Minggu, 22 September 2013

Review Film The Witness (2012)

Review Film The Witness (2012) - Review Film Indonesia

Review Film Indonesia | Setekah artikel sebelumnya tentang Nenek gayung kini kami mereview sebuh film dengan judul The Whitness berikut reviewnya . Tiga bulan setelah dipindahkan dari Manila ke Jakarta, Angel (Gwen Zamora), seorang general manager sebuah hotel, dihantui oleh mimpi buruk. Dalam mimpi tersebut, dia bertemu dengan pria tak dikenal (Agung Saga) yang beberapa kali coba melakukan usaha bunuh diri. Seolah petunjuk, tak lama setelah itu keluarganya menjadi korban pembantaian seorang pria tak dikenal (Pierre Gruno).

Selamat dari kematian setelah tertembak, Gwen dihantui oleh Safara (kimberly Ryder), sang adik, yang sepertinya tahu motif apa dibalik kekejian pembunuh tersebut. Sambil perlahan menghapus kenangan buruk yang menimpa, Angel berusaha memecahkan teka-teki kematian keluarganya. Dan tentu saja menerjemahkan mimpi buruk yang semakin sering datang menghantui.

Kisah yang ditawarkan oleh The Witness sebenarnya sangat klise dan dangkal. Tapi, Muhammad Yusuf mampu mengemas film produksi bersama Indonesia dan Filipina ini mempunyai poin lebih.

Meski dipertengahan cerita seakan tak pernah berkembang (baca:sinetronisme), intesitas suspense yang ditawarkan berhasil mengedor andrenalin dengan cermat. Dari awal kita akan dibuat peduli pada sosok Angel yang sukses diperankan dengan baik oleh Gwen Samora.

Ya, sebagai main role, Gwen mampu menerjemahkan kegalauan seorang wanita korban pembantaian mengerikan dengan sebuah senapan. Pierre Gruno yang sebelumnya kita lihat dalam The Raid juga berakting tak kalah gemilang meski sedikit mengingatkan dengan sosok Clint Eastwood.

Sayangnya, Bebi Hasibuan selaku penulis naskah rupanya masih kurang bisa menggali kejutan-kejutan misteri. Sehingga tak ayal kita akan dibuat heran dengan alternatif alasan pelaku melakukan pembantaian yang oh-so-kriuk-kriuk.

Jika dibandingkan dengan Tebus, film ini jelas beda set. Meski mengusung genre yang sama, The Witness lebih tertata dengan elegan. Baik dari pergerakan kamera yang begitu dinamis. maupun cara Muhammad Yusuf menjaga minat penonton untuk tetap terpaku menonton rentetan kisah pada film ketiganya. Tidak spesial, tapi layak tonton.

Semoga review film bioskop diatas menjadi tambahan informasi buat anda .

Nenek Gayung (2012)

Nenek Gayung (2012) - Review Film Indonesia

"Sedia gayung sebelum hujan..."

Review Film Indonesia | Review Film Bioskop jika mau dikaji lebih dalam, Indonesia mungkin bisa membuat film sehoror sineas Jepang atau Thailand. Sayangnya, para filmaker kekinian lebih senang mengangkat legenda urban yang bertebaran dengan ekskusi seadanya. Nyaris kosong tanpa isi selain menjual premis utama yang telah jadi fenomena tersendiri.

Nenek Gayung, diharap menjadi sajian menyegarkan di tengah gempuran pocong dan kuntilanak yang tak henti di eksploitasi secara berlebihan. Sayangnya, Movie Eight selaku production house baru, memilih jalur instan. Mengangkat desas-desus pinggiran Jakarta dengan gaya pop seadanya. Damn..

Yakinlah, premis film ini seperti yang sudah banyak beredar dan jadi bahan perbincangan tiada henti pada forum-forum di dunia maya. Jadi tak perlu menjelaskan lebih detail lagi. Tinggal kalian tambahkan kisah cinta dua dunia dan sempalan lain yang tak jelas juntrungannya.

8 Hal Ganggu Yang Gue Tangkap Sepanjang Film Berjalan:

1. Kayaknya gue perlu beliin Yurike Prastika solasi biar dia gak terlalu banyak mangap di film ini. Karena, serius, dia itu lagi akting atau ikut lomba jerit-jerit sih? Nggak sekali gue pengen tutup kuping pake busa di dalam kursi bioskop.

2. Bagian make up kerja nggak ya? Atau seperti kecurigaan gue, film ini nggak make jasa make up! Karena gue kasihan lihat Zacky Zimah pamer keringat secara berlebihan. Dan itu so nasty untuk ukuran film layar lebar which is kita disuruh mantengin layar segede itu dan mau nggak mau perhatiin keringatnya selama hampir satu setengah jam.

3. Plot hole bertebaran di mana-mana seperti kenapa sosok nenek gayung hobi mangkal di jembatan, kenapa dia bunuh para cowok-cowok kalo cuma pengen dimandiin aja dan kenapa-kenapa lain yang membuat gue berpikir kalo setan nenek-nenek ini sangat tidak efisiensi waktu. Mau dimandiin aja repot..

4. Dialog yang entah kenapa dibuat terlalu menghabiskan durasi tanpa adanya benang merah. Please Bono Sutisno, daripada lo bikin bacotan ngalor ngidul nggak jelas, kenapa nggak gunakan durasi untuk mematangkan cerita dan menambal plot hole!

5. Tampilan Nikita Mirzani sengaja di set lebih untuk pamer belahan dada nggak berguna plus sensasi yang dia tebarkan sebelum film rilis. Soal akting, jangan tanya deh. Gue nggak tahu dia ngapain selain pasang ekspresi bitchy maksa dari awal sampe akhir.

6. Tampilan cewek dengan payudara wow tapi sayang mukanya kamseupay di menit-menit awal. In fact, ini lebih horor daripada sosok si nenek.

7. Gaya bercerita film layaknya gabungan sketsa-sketsa.

8. Kenapa nama gue dipake jadi nama pemeran di film nggak penting kayak gini? Dapat peran pembantu lagi (._.  ')

And well, cuma segini yang bisa gue tangkap dari film ini . Selebihnya nanti bisa lo buktikan sendiri dan kasih tahu gue. Hell I know kalian bakal tetep nonton film ini karena penasaran. Iya kan, iya dong…

NB: Please noted pas credit title, tolong lihatin siapa nama pemeran nenek gayung. Sumpah gue kasihan lihat dia disuruh mondar-mandir bahkan goyang Iwak Peyek dengan semangatnya. Udah tua kali dia...

NBB: Kenapa PH yang bikin dari Maxima Pictures berganti jadi Movie Eight? Apa Maxima takut nelen ludah sendiri setelah bikin statement gak bakal bikin horor gajes lagi?